Opini  

Pengurus Harian PWI Pusat Diberi Sanksi Peringatan Keras Selayaknya yang Diberi Sanksi Malu dan Mundur.

BN Online, Jakarta–Dalam praktek beracara di Pengadilan, salah satu putusan yang sangat ditakuti oleh pencari keadilan adalah ketika majelis hakim memutuskan bahwa putusannya itu ‘’final dan mengikat’’. Jika putusan ini sudah dinyatakan demikian, maka pencari keadilan tidak dapat berupaya untuk naik banding, kasasi ataupun peninjauan kembali atas putusan yang sudah final itu.

Putusan itu harus diterima oleh yang dihukum dengan senang hati walaupun dinilai menyakitkan hati dan tidak menunjukkan keadilan bagi pencari keadilan. Dan kalau ditambah dengan kata putusan ‘’Mengikat’’ berarti putusan harus ditaati oleh semua bagian yang dijatuhi hukuman.

Sementara di organisasi tertua wartawan yang dikenal dengan sebutan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang punya aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga ,sebagai payung hukum untuk melaksakan tugas melanjutkan tradisi patriotik dalam semangat demokrasi, tidak demikian kenyataannya. Putusan final di organisasi ini sepertinya bisa ditarik ulur semau yang berkepentingan. Bisa dilaksanakan, dan bisa juga tidak dilaksanakan tergantung yang dituju, apakah menguntungkan atau tidak.

Padahal putusan itu bersifat final yang artinya sejak putusan itu dikeluarkan maka langsung memperoleh kekuatan hukum untuk dilaksanakan oleh yang terkena dampak putusan tersebut. Tidak boleh ditawar -tawar apalagi ditarik ulur untuk tidak dipatuhi. Yang tidak mematuhi atau melanggar putusan yang sudah bersifat final dan mengikat dapat dianggap sebagai telah menghakimi diri sendiri seperti yang disampaikan oleh pakar hukum M.H. Tirtaamidjaja dengan mengatakan ‘’Menjadikan hukum sebagai suatu pedoman yang bersifat memaksa atau wajib dipatuhi, apabila dilanggar maka sama halnya dengan menghakimi diri sendiri’’.

Di dalam pasal 24 ayat (1) PRT PWI disebutkan tentang wewenang Dewan Kehormatan PWI yang salah satunya adalah mengeluarkan keputusan bahwa telah terjadi pelanggaran, kode etik jurnalistik . Dan sesudah itu di ayat (2) dinyatakan bahwa ‘’Keputusan Dewan Kehormatan PWI bersifat Final dan mengikat. Dan di ayat (3) selanjut disebutkan, sanksi dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan PWI berupa teguran biasa, teguran keras dan scorsing dari keanggotaan untuk selama-lamanya dua tahun.

Empat hari sebelum seluruh warga PWI memperingati hari kelahirannya ke 75, tepatnya pada tanggal 5 Pebruari 2021, Pengurus harian PWI Pusat telah mendapat hukuman melanggar Aturan PD/PRT PWI dari Dewan Kehormatan PWI Pusat lewat Surat surat Keputusan Nomor 25/SK-II/DK-PWI/2021. Hukuman ini dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat karena pengurus harian PWI Pusat telah diketahui mengeluarkan surat Keputusan Nomor 164-PLP/PP-PWI /2020 tertanggal 11 Agustus 2020.

Sebelum putusan itu dijatuhkan Dewan Kehormatan PWI Pusat telah menerima berbagai masukan dari masyarakat pers dari seluruh Indonesia yang menyatakan Pengurus Harian PWI Pusat diduga telah melakukan pelanggaran PD/PRT PWI sehingga patut dijatuhi hukuman. Dan setelah itu Dewan Kehormatan PWI Pusat menelaah dan dipelajari dengan seksama aduan dari masyarakat Pers itu dan didapati kebenarannya bahwa pengurus harian PWI Pusat telah nyata-nyata melakukan pelanggaran PD/PRT dalam pelaksanaan konferensi Provinsi/Kabupaten dan kota dimusim pandemi Covid 19 .

Dalam rapat lengkap Dewan Kehormatan PWI yang dihadiri Sembilan orang anggotanya, akhirnya disimpulkan bahwa Surat Keputusan yang dibuat oleh Pengurus harian PWI Pusat dalam rangka pelaksanaan konferensi Provinsi/Kabupaten dan Kota itu sebagai perbuatan yang multi tafsir yang mengarah kepelanggaran PD/PRT PWI. Untuk itu kepada pengurus harian PWI Pusat diminta segera merevisi Surat yang telah dikeluarkan itu agar tidak melanggar PD/PRT dalam pelaksanaanya.

Surat teguran yang bersifat keras itu tertuang dalam surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Nomor 25/SK-II/DK-PWI /2021 tertanggal 5 Pebruari 2021, dengan ditandatangani oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang dan sekertaris Sasongko Tedjo. Dalam surat keputusan yang ditujukan kepada Sdr Atal S Depari disebutkan , atas semua Tindakan dan kesalahan kebijakan dalam penangan kasus PWI di daerah Jambi dan Sulawesi Selatan pihaknya, memberikan sanksi PERINGATAN KERAS KEPADA TIGA ORANG pengurus Harian PWI Pusat masing masing Sdr. Atal S Depari sebagai ketua umum, Mirza Zulhadi selaku Sekjen dan Zulkifli Gani Ottoh sebagai Ketua bidang organisasi.

Walaupun surat teguran ini bersifat peringatan keras untuk diperhatikan oleh Pengurus harian PWI Pusat, tapi kenyataannya permintaan Dewan Kehormatan PWI tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab oleh pengurus harian PWI Pusat. Surat Keputusannya nNomor 164-PLP/PP-PWI/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konferensi Propinsi/Kabupaten/Kota dalam kondisi Pandemi Covid 19 tetap dilaksanakan dalam berbagai acara Konferensi Provinsi, Kabupaten dan Kota khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan.

Karena pelanggaran PD/PRT tidak ada sanksinya yang nyata diambil oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat untuk menghukum pengurus harian PWI Pusat, maka beberapa acara konferensi di tingkat Kabupaten se-Sulsel menjadi lebih kacau lagi. PWI propinsi Sulsel membuat aturan yang sangat melanggar PD/PRT dalam melaksanakan konfrensi tingkat Kabupaten. Hal ini sangat melukai hati beberapa anggota PWI di Sulsel sebagaimana data yang diberikan kepada penulis ketika berada di Makassar.

Dan lebih menyedihkan lagi bahwa Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI pusat nomor Nomor 25/SK-II/DK-PWI /2021 tertanggal 5 Pebruari 2021, yang final dan mengikat itu yang isinya juga memerintahkan kepada Pengurus harian PWI Pusat untuk tidak melantik kepengurusan baru PWI Sulsel hasil konferensi tanggal 31 Januari 2021 tak digubris sedikitpun oleh pengurus harian PWI Pusat. Pelantikan pengurus baru PWI Sulsel hasil pemilihan dengan menggunakan Surat Keputusan yang dimohon oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat untuk direvisi, tetap dilakukan oleh pengurus harian PWI Sulsel di Makassar dengan dihadiri para pejabat yang ada di Sulsel, kecuali pelaksana tugas Gubernur Sulsel yang sebelumnya sudah menyatakan diri akan hadir dalam acara pelantikan ini.

Menurut tim pengacara Ketua Umum Pengurus Harian PWI Pusat, pihak Dewan Kehormatan PWI Pusat telah menganulir larangan untuk melantik pengurus harian PWI Sulsel yang tertuang dalam Surat keputusannya Nomor 228-PGS/PP-PWI 2021 yang telah menjadi bukti di Pengadilan Negeri Makassar dalam perkara gugatan empat orang wartawan makassar. Dengan adanya Surat Keputusan Pengurus harian PWI Pusat yang memperbolehkan hasil pemilihan konferensi PWI Sulsel, menurut tim pengacara pengurus harian PWI Pusat, maka pelantikan dilaksanakan 10 April 2021 lalu.

Tetapi Ketika masalah ini ditanyakan kepada Ketua Dewan Kehormatan PWI, Ilham Bintang dijelaskan bagaimana mungkin ia bisa menganulir Surat Keputusannnya Nomor 25/SK-II/DK-PWI/2021 tertanggal 5 Pebruari 2021, dengan menggunakan surat keputusan Pengurus Harian PWI Pusat. ‘’Kalau saya yang menganulir surat keputusan Nomor 25/SK-II/DK-PWI/2021 tertanggal 5 Pebruari 2021, berarti ada surat secara khusus dibuat oleh Dewan Kehormatan PWI“, kata Ilham ‘’Saya tidak pernah menganulir tentang surat keputusan Nomor 25/SK-II/DK-PWI/2021 tertanggal 5 Pebruari 2021.’’ katanya tegas, seraya dia menambahkan, kalau ada surat yang menganulir Surat Keputusan Dewan Kehormatan Nomor 25/SK-II/DK-PWI/2021 tertanggal 5 Pebruari 2021, berarti surat itu palsu dan dapat dilaporkan kepada pihak berwajib.

Dalam catatan penulis, sanksi Peringatan keras yang tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Nomor 25/SK-II/DK-PWI/2021 tertanggal 5 Pebruari 2021, adalah yang baru pertama kali dilakukan oleh Dewan Kehormatan PWI kepada Pengurus Harian PWI Pusat sejak organisasi tertua wartawan Indonesia didirikan di Solo 9 Pebruari 1946.

Itulah sebabnya mungkin penyusun PD/PRT PWI selama beberapa kali melaksanakan kongres, tidak pernah ada pemikiran bagaimana caranya untuk menindak lanjuti sanksi yang final dan mengikat Ketika Pengurus Harian PWI dijatuhkan sanksi oleh Pengurus Dewan Kehormatan dikala berbuat kesalahan fatal melanggar PD/PRT PWI.

Dari pengalaman ini menurut penulis yang tercatat sebagai anggota biasa PWI Jaya, sudah waktunya dimasa datang ketika dilaksanakan kongres PWI pada tahun 2023, dimasukan klausal bahwa jika pengurus harian PWI Pusat diketahui dijatuhi sanksi Peringatan Keras oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat maka operasioanal pelaksanaan organisasi diserahkan kepada pengurus lainnya. Pengurus yang dikenakan sanksi diberhentikan sementara dari tugasnya selama dua tahun.

Dengan demikian apa gunanya sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan PWI seperti sekarang ini, Dewan Kehormatan PWI Pusat sudah menjatuhkan saksi kepada Pengurus PWI Pusat dengan peringatan keras untuk tidak melanggar PD/PRT PWI, tapi masih ditarik ulur oleh yang bersangkutan seolah-olah apa yang diperbuat dalam melanggar PD/PRT dibenarkan dan tidak ada gunanya diberi peringatan Keras.

Menjadi pertanyaan apa yang harus dilakukan oleh anggota PWI di seluruh Indonesia sekarang ini sebagai pemegang mandat untuk mempercayai ketiga Pengurus Harian yang terkena sanksi peringatan keras untuk menjabat sebagai pengurus harian PWI Pusat?. Jawabnya sederhana saja, Pengurus yang dikenai sanksi seharusnya merasa malu dan satria untuk mengembalikan mandatnya kepada seluruh anggota PWI baik Pusat maupun Daerah, di dalam kongres luar biasa sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (2) PD PWI yang menyebutkan organisasi dapat mengadakan kongres luar biasa.

Apakah Tindakan ini wajar dilaksanakan ?, menurut penulis bisa saja dilakukan karena kepercayaan anggota kepada pengurus harian sudah demikian menipisnya walaupun data itu belum tentu benar. Apalagi sudah ada sanksi peringatan keras dari Dewan Kehormatan PWI Pusat. Dan didapati pula ada beberapa pengurus harian di tingkat provinsi perilakunya tidak sesuai dengan PD/PRT PWI. Pengurus harian pun tidak menindak lanjuti laporan ini sebagaimana dikeluhkan oleh beberapa pengurus PWI Kabupaten se-Sulsel bahwa mereka menjadi sapi perahan dari Pengurus Harian PWI Sulsel Ketika akan melaksanakan konfrensi daerah.

Semoga pengalaman yang tidak mengenakkan ini, cukup sampai disini saja dan tidak terulang pada kepengurusan harian lainnya.

Semoga Penulis wartawan anggota PWI Jaya dan praktisi hukum

Opini oleh : Upa Labuhari, SH., MH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *