BN Online, Sulteng–Gubernur Sulteng Rusdy Mastura turun langsung menghadapi aksi demonstrasi petani yang menyampaikan orasi didepan kantor Gubernur Sulteng, Kamis (21/10) hingga hampir berakhir ricuh.
Saat itu, gubernur yang akrab disapa Cudy yang sedang menyampaikan pendapatnya didepan para pendemo, merasa tersinggung dengan ucapan salahsatau pendemo.
Cudy yang emosi lalu mendekati pendemo sambil menunjuk-nunjuk wajah pendemo itu sambil berujar, “saya tidak pernah takut dengan siapa-siapa, lihat saya pe mata eee,” ujar Cudy.
Saat Cudy mundur, si pendemo nyeletuk, Cudy lalu kembali mendekati si pendemo dengan nada emosi, tapi saat itu dicegah beberapa ajudan dan pengawal Cudy yang mulai melihat suasana kian memanas.
Akhirnya Cudy dibawah menepi dan naik ke mobil dinasnya, tapi Cudy masih sempat meluapkan kemarahannya pada pendemo.
Sebelum kericuhan itu terjadi, Cudy sempat adu mulut dibalik pagar menjawab protes Koordinator aksi Eva Bande yang meminta izin PT ANA harus dicabut.
Cudy minta Eva untuk mengundang semuanya. “Bande undang semuanya, kita bicara,” kata Cudy.
Namun aktivis agraria itu tetap mendesak gubernur untuk mencabut izin PT ANA
“PT ANA harus dicabut pak gubernur, kembalikan tanah rakyat pak gubernur, ini petani mau bicara sama pak gub,” kata Eva.
Cudy sempat menjawab akan mengurus semua tuntutan para pendemo. “Iya kita urus semua itu,” kata Cudy.
Aksi demonstrasi Front Rakyat Advokasi Sawit atau FRAS Sulteng, mendesak gubernur Sulteng hentikan perampasan lahan dan stop kriminalisasi petani.
Kata koordinator FRAS Eva Bande, kasus konflik perampasan tanah rakyat berujung kriminnalisasi perkebunan sawit grup PT Astra Agro Lestari, yang saat ini menjadi sumber penyebab konflik agraria di Sulteng.
“Di Morowali Utara, terjadi penahanan oleh polisi setempat terhadap petani bernama Gusman, yang diadukan PT ANA salahsatu anak perusahaan PT AAL,” sebut Eva.
Gusman dilapor oleh PT ANA melakukan pencurian buah kelapa sawit. Lapora itu merupakan cara-cara klasik yang dipakai perusahaan untuk memenjarakan rakyat.
“Dengan begitu perusahaan dengan mudah merampas tanah-tanah rakyat, inilah yang kami sebut kriminalisasi perusahaan terhadap para petani,” ujar Eva.
Kasus yang sama juga terjadi di Banggai, PT Kurnia Luwuk Sejati dan PT Sawindo Cemerlang juga melakukan praktek-praktek perampasan lahan dan kriminalisasi petani.
Olehnya FRAS meminta pemerintah untul segera kembalikan tanah rakyat, moratorium seluruh perizinan perusahaan sawit di Sulteng, hentikan aktifitas PT ANA, PT Kurnia Luwuk Sejati dan PT Sawindo sampai lahan rakyat kembali (YD)