Transformasi Digital, Pendidikan di Makassar Lewat Chromebook dan Program Sekolah Rujukan

BN Online, Makassar–Google Indonesia menegaskan komitmennya dalam mendukung transformasi digital sektor pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah di Kota Makassar. Komitmen ini disampaikan langsung oleh Olivia Husli Basrin, Public Policy Government Affairs GTM Education Google, dalam forum dialog bersama Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, di Balai Kota Makassar, Senin (2/6/2025).

“Google bukan sekadar penyedia teknologi. Kami hadir sebagai mitra strategis dalam perubahan pendidikan di Kota Makassar,” ujar Olivia.

Menurutnya, kehadiran Google tidak hanya berhenti pada distribusi perangkat, tetapi hingga tahap implementasi yang berdampak langsung bagi siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta para guru.

Olivia menekankan bahwa pendekatan Google melalui Chromebook berbeda dengan penyedia teknologi lainnya. Program mereka mencakup pendampingan menyeluruh, mulai dari pelatihan guru, integrasi teknologi dalam pembelajaran, hingga pemantauan langsung di lapangan.

Sekolah-sekolah yang tergabung dalam program ini nantinya akan masuk ke dalam komunitas pendampingan berkelanjutan. Salah satu target besar adalah membentuk Google Reference School di setiap kecamatan di Kota Makassar, sebagai bagian dari inisiatif global yang diakui dan didukung penuh oleh Google.

“Google Reference School bukan hanya sekolah yang berhasil mengadopsi teknologi kami, tetapi juga menjadi inspirasi bagi sekolah lain dalam menjalankan transformasi pendidikan digital secara efektif,” jelas Olivia.

Menanggapi isu nasional terkait penyelidikan proses pengadaan Chromebook, Olivia menegaskan bahwa yang menjadi sorotan adalah mekanisme pengadaannya, bukan produk atau teknologinya.

“Perangkat kami telah digunakan luas di negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Australia, dan Singapura. Chromebook dikenal karena efisiensinya, kemudahan pengelolaan, serta keamanannya untuk digunakan siswa,” tambahnya.

Google juga menyediakan fitur kontrol melalui Pro Education Upgrade, yang memungkinkan sekolah mengatur batasan penggunaan, akses situs, serta unduhan aplikasi, untuk memastikan penggunaan perangkat tetap fokus pada pembelajaran.

“Teknologi memang seperti pisau bermata dua, tapi kami hadir untuk memastikan pisau itu digunakan secara tepat — aman, efisien, dan berdampak nyata bagi pendidikan,” kata Olivia.

Google melalui Education Specialist untuk wilayah Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara, M. Edward Ranggong, menyatakan kesiapan pihaknya untuk mendampingi sekolah-sekolah di Makassar dalam program transformasi digital berbasis Google Reference School.

Menurut Edward, proses program dimulai dari nominasi sekolah oleh Wali Kota dan Dinas Pendidikan. Sekolah-sekolah terpilih akan ditinjau langsung, termasuk kesiapan infrastruktur dan sertifikasi guru.

“Sertifikasi Google menjadi syarat penting sebagai bukti kecakapan guru dalam mengoperasikan teknologi digital. Kami akan mulai dari pelatihan Level 0 secara daring, lalu lanjut ke Level 1 internasional bagi yang memenuhi syarat,” jelas Edward.

Google juga akan memetakan kesiapan infrastruktur, terutama perangkat Chromebook. Data ini akan menjadi dasar penentuan dukungan lebih lanjut dari pihak Google.

Sekolah yang telah memenuhi semua parameter akan mengikuti seleksi, yang mencakup wawancara, pengumpulan portofolio praktik baik, hingga proses pendampingan lanjutan. Sekolah yang lolos akan berstatus sebagai Kandidat Google Reference School, dengan target akhir menjadi sekolah rujukan global.

“Kami ingin program ini terarah, berdampak, dan menjadikan sekolah-sekolah di Sulawesi sebagai pionir transformasi pendidikan digital di Indonesia,” tegas Edward.

Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menyambut baik kolaborasi ini dan menyatakan bahwa Pemerintah Kota mendukung penuh pelaksanaan inisiatif Google Reference School. Ia merekomendasikan agar program diawali di tingkat SD dan SMP, dengan prioritas pada jenjang SMP yang dinilai lebih siap dari segi kesiapan siswa dan kompetensi guru.

Dalam tahap awal, sebanyak 15 SMP dan 5 SD akan dipetakan dan ditinjau lebih lanjut. Pemilihan sekolah akan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, kompetensi guru, serta potensi keberhasilan dalam mengadopsi teknologi pembelajaran.

“Kita akan hitung kebutuhan dan tentukan sekolah prioritas. Program ini harus disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan,” ujar Munafri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *