BN Online, Makassar— Pelaku usaha hiburan malam yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Industri Hiburan Makassar (APIHM) curhat ke Komisi A DPRD Kota Makassar terkait kesulitan perizinan operasional yang mereka hadapi, pada Selasa (03/06).
Keluhan ini muncul menyusul diberlakukannya moratorium perizinan tempat hiburan malam oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui SK Gubernur Nomor 714/V/Tahun 2025.
Dalam audiensi yang digelar di Kantor DPRD Makassar, Ketua APIHM Hasrul Kaharuddin menyampaikan bahwa kebijakan tersebut berdampak langsung terhadap kelangsungan usaha anggota asosiasi.
Ia menegaskan, para pelaku usaha tidak sedang mencari celah untuk melanggar aturan, namun membutuhkan kepastian hukum dan pembinaan dari pemerintah kota.
“Kami ini bukan ingin melanggar aturan, justru kami datang untuk minta arahan. Selama ini sudah proses izin panjang, tapi tetap tidak ada kejelasan. Kami datang ke DPRD Makassar dulu, sebelum naik ke provinsi. Ini rumah kami,” ujar Hasrul.
Hasrul mengungkapkan bahwa keluarnya SK moratorium dari Pemprov Sulsel membuat banyak pengusaha ketakutan. Namun pihaknya menekankan bahwa asosiasi memilih pendekatan dialogis, bukan demonstratif.
“Saat moratorium keluar, jujur kami panik. Tapi saya bilang ke teman-teman, kita jangan demo dulu, kita cari jalan baik-baik. Kita percaya DPRD Kota Makassar bisa jadi jembatan,” tegasnya.
Dalam pertemuan tersebut, APIHM menyampaikan harapannya agar ada model pembinaan dan komunikasi yang lebih terbuka, seperti yang dilakukan pemerintah kota terhadap kawasan usaha lain seperti di wilayah KIMA.
“Kami lihat ada pembinaan di KIMA, itu pendekatan yang baik. Artinya masih ada ruang hidup bagi usaha. Kalau kami tahu aturan jelas yang bisa kami ikuti, kami pasti patuh,” ungkap Hasrul.
Asosiasi juga mendorong agar DPRD Makassar dapat memfasilitasi dialog antara pelaku usaha dengan instansi teknis, seperti DPMPTSP dan Satpol PP, guna mencari format regulasi alternatif yang memungkinkan usaha tetap berjalan tanpa melanggar moratorium.
APIHM menekankan bahwa industri hiburan malam selama ini kerap distigmatisasi tanpa pendekatan kebijakan yang proporsional. Padahal, sektor ini turut menyumbang pendapatan daerah dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan.
“Kami datang bukan untuk mencari celah. Kami ingin industri ini dibina, bukan dibinasakan,” pungkas Hasrul.*