BN.Online Makassar—Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan bahwa integritas dalam pemerintahan tidak cukup dimaknai sebatas kepatuhan terhadap aturan hukum, melainkan harus diwujudkan melalui kepemimpinan yang sadar risiko dan berdampak nyata bagi organisasi dan pelayanan publik.
Hal tersebut disampaikan Munafri dalam kegiatan bertajuk Fasilitasi Kelembagaan Infrastruktur bertajuk “Membangun Sinergitas SKPD dalam Penyelenggaraan Program Pembangunan Perkotaan yang Berdaya Saing, Akuntabel, Bersih, dan Responsif.
Diikuti oleh jajaran Pimpinan SKPD Kota Makassar dan menghadirkan langsung Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Johanis Tanak sebagai narasumber utama, di Hotel Aston, Selasa (23/12/2025).
“Integritas bukan soal diawasi atau tidak. Integritas itu justru diuji saat kita punya kesempatan. Ini yang harus menjadi pegangan kita bersama,” tegas Munafri.
Munafri menekankan bahwa pembangunan Kota Makassar periode 2026–2029 harus SKPD yang memiliki pengendalian diri kuat, birokrasi yang berani menutup zona abu-abu, serta sistem yang mencegah peluang penyimpangan, bukan sekadar menghukum pelanggaran.
Ia secara tegas meminta agar budaya lama dalam birokrasi dihentikan. Menurutnya, praktik lama justru membuka ruang terjadinya risiko korupsi, mulai dari pengambilan keputusan secara informal dan lisan tanpa jejak akuntabilitas, pelaksanaan program dengan prinsip “asal jalan”, hingga ketergantungan pada relasi tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Budaya mengejar serapan dengan cara markup, kualitas rendah, serta loyalitas personal di atas sistem adalah pintu masuk abuse of power. Ini harus kita hentikan,” tambahnya.
Munafri juga menyoroti pentingnya self control leadership bagi setiap kepala OPD. Ia menegaskan lima prinsip utama yang harus dijalankan, yakni menghindari diskresi berlebihan, berani mengatakan tidak terhadap tekanan eksternal.
Memisahkan kepentingan jabatan dengan kepentingan pribadi, menjauhi zona abu-abu meski aman secara politik, serta konsisten pada proses yang benar, bukan hasil sesaat.
Lebih lanjut, Munafri memetakan titik-titik rawan korupsi di level OPD, antara lain pada tahap perencanaan dan penganggaran, pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pelayanan publik, pengelolaan hibah dan bantuan sosial, serta manajemen sumber daya manusia seperti mutasi, honorarium, dan TPP.
“OPD wajib tahu di mana godaan paling besar. Di situlah kontrol harus diperkuat. Itulah yang akan menjadi rem dan gas kita,” jelasnya.
Munafri juga menekankan strategi utama pemerintahan Kota Makassar 2026–2029. Pertama, penerapan pemerintahan berbasis risiko, di mana setiap OPD wajib memetakan risiko korupsi setiap tahun.
Kedua, memastikan seluruh keputusan strategis meninggalkan jejak digital. Ketiga, menjadikan etika jabatan sebagai standar kerja. Keempat, mengakhiri pola one man show dengan memastikan setiap keputusan strategis berbasis tim, data, dan SOP.
Kelima, penerapan prinsip tone from the top, yakni pesan integritas yang konsisten dari pimpinan, tanpa toleransi terhadap penyimpangan, serta ketegasan sejak pelanggaran awal.
“Itulah alasan kita mengundang KPK hari ini. Kita mau naik, kita mau berjalan dengan baik, dan kita ingin pemerintahan ini tidak bernoda,” tegas Munafri.
Ia menutup pemaparannya dengan menekankan bahwa pembangunan sistem pemerintahan yang transparan akan menciptakan efek domino positif, mulai dari efektivitas kerja internal hingga kualitas pelayanan publik.
“Kalau output pelayanan publik maksimal, itu berarti sistem pemerintahan berjalan dengan baik. Dan semuanya berawal dari integritas,” pungkasnya.(*)










