Menghina Adat Pamona, MADP Jatuhkan Tuntutan Adat pada PT Poso Energy

BN Online, Poso–Masyarakat Adat Danau Poso (MADP) akhirnya menjatuhkan Tuntutan Adat kepada PT Poso Energy yang dinilai tidak mengindahkan norma-norma adat, tidak menghormati tradisi budaya dan menghina Adat Pamona Poso. Tuntutan Adat ini disampaikan oleh para Tokoh Adat yang tergabung dalam Masyarakat Adat Danau Poso melalui press release pada Rabu, (1/12/2021).

Sebelumnya pada tanggal 22 November 2021, MADP telah menjatuhkan Denda Adat atau Giwu kepada PT Poso Energy karena dianggap telah merusak lingkungan wilayah ulayat Danau Poso, merusak budaya masyarakat Adat Danau Poso dan telah menimbulkan kerugian pada seluruh masyarakat di sekeliling Danau Poso.

Kelompok masyarakat adat yang terlibat langsung dalam menjatuhkan denda adat tersebut adalah Masyarakat Adat Pamona Utara, Masyarakat Adat Pamona Puselemba, Masyarakat Adat Palende, Masyarakat Adat Pu’u Mboto, Masyarakat Adat Binowoi dan Masyarakat Adat Pamona Barat.

Jenis denda adat yang dijatuhkan adalah Giwu Lemba. Denda adat Giwu Lemba adalah jenis denda yang dijatuhkan kepada orang atau banyak orang yang melakukan kesalahan (Moruta) yang mempengaruhi kehidupan orang banyak. Giwu Lemba ditetapkan bersama-sama sesuai ketentuan adat dan kebiasaan yang berlaku turun temurun.

Denda adat yang ditetapkan adalah :
1. Giwu Lemba dalam bentuk 6 (enam) ekor kerbau sebagai simbol perwakilan kelompok karena PT Poso Energy telah merusak wilayah adat ini.
2. Giwu Lemba ini disertai tuntutan agar PT Poso Energy menyelesaikan seluruh tuntutan masyarakat akibat dampak bendungan PLTA Poso 1, serta kepatuhan untuk tidak lagi merusak lingkungan dan budaya Danau Poso. Dijatuhkannya Denda Adat ini juga sekaligus menyatakan bahwa Kompodongi adalah milik masyarakat Adat Danau Poso.

Masyarakat Adat Poso menetapkan batas waktu 8 hari kepada PT Poso Energy untuk memenuhi Denda Adat tersebut, dengan catatan bahwa seluruh kegiatan PT Poso Energy harus dihentikan sebelum denda adat dipenuhi.

Tokoh Pemuda Pamona Dedy Rampalodji Gintu

Namun pada tanggal 23 November 2021, sehari setelah denda adat dijatuhkan PT Poso Energy masih melakukan pengerukan dan reklamasi di Kompodongi. Masyarakat Adat Danau Poso menilai aktivitas ini menandakan bahwa PT Poso Energy tidak mengindahkan norma-norma adat, tidak menghormati tradisi budaya masyarakat adat dan menghina adat Pamona Poso.

Karena itu, masyarakat Adat Danau Poso dengan ini menyatakan bahwa dengan adanya aktivitas PT Poso Energy saat denda adat telah dijatuhkan, maka denda adat yang telah dijatuhkan ditingkatkan menjadi tuntutan adat yang lebih tinggi.

Menurut salah seorang tokoh pemuda Pamona, Dedy Rampalodji Gintu “bahwa awal mula petaka di Sungai dan Danau Poso adalah saat dibangunnya bendungan DAM Poso 1 dengan sistem buka tutup pintu airnya di Saojo. Reklamasi kompo dongi dan pengerukan Sungai Danau Poso.”

“Normalisasi dan penataan danau Poso berdampak naiknya permukaan air danau hingga menenggelamkan lahan pertanian masyarakat sekitar danau Poso” tegas Dedy.

“Bendungan yang dibangun tahun 2015/2016 hingga selasai dan dampak berubahnya danau Poso menjadi waduk sebab naik turunnya permukaan air danau disesuaikan dan dipertahankan berdasarkan kebutuhan Poso Energy untuk beban puncak.” Tambahnya.

Menurut Dedy Pembongkaran Yondo Pamona sebenarnya tukar guling dengan reklamasi kompo dongi dan pengerukan sungai Danau Poso yg di balut rapi dengan sebutan “normalisasi dan penataan danau Poso”, demi Mega Proyek 515 Mw. (Ysf)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *